Kamis, 25 Agustus 2016

Madyo Pitutur,Kesenian Mati Suri



Madyo Pitutur,kesenian Mati Suri

A.Sejarah,Pengertian dan Lokasi          
Madyo Pitutur adalah salah satu kesenian yang dahulu sempat berkembang di Kabupaten Purworejo,kesenian ini lahir hampir bebarengan dengan seni lain,yaitu tari Dolalak.Madyo yang artinya tengah dan pitutur artinya nasehat,yang kurang lebih dapat diartikan “pitutur kang samadyo”.Namun,dalam perkembangannya,tari Madyo Pitutur seperti tenggelam ditelan zaman dan sangat susah untuk dicari bekas-bakasnya tidak seperti tari Dolalak yang masih eksis dan berkembang hingga saat ini yang merambah seluruh penjuru Kabupaten Purworejo.Hal itu yang membuat saya tergugah untuk membuat tulisan ini,mengapa suatu unsur kebudayaan kita bisa hilang begitu saja tanpa jejak?tentu hal itu menjadi sebuah tanda Tanya besar bagi kita semua.
“Sebenarnya sekarang ini sangat susah Mas untuk nglarah sejarah Madyo Pitutur,karena sekarang memang sudah tidak se eksis dulu lagi”pernyataan Ibu F.Untariningsih,salah satu pentolan perkembangan budaya,terutama tari di Purworejo ketika saya temui di kediamannya.(Minggu,21/8)
            Menurut penuturan masyarakat setempat,Madyo Pitutur lahir dari Desa Ngapus,sebuah pondok pesantren di Kabupaten Magelang.Tahun lahirnya kesenian ini kurang jelas,hanya diperkirakan pada zaman penjajahan Belanda.Menurut bapak Muhari yang merupakan seorang pelatih kesenian Madyo Pitutur dari Desa Kedung Poh,Kecamatan Loano mengatakan bahwa kesenian ini diciptakan oleh Kyai Jamhuri seorang pemimpin pondok di Desa Ngapus.Penari maupun penabuh merupakan murid pondok.Hal ini dilakukan seusai pengajian,yang diharapkan dapat menghibur dirinya sendiri maupun masyarakat sekitar dan sebagai pelepas rindu pada keluarga dirumah.
            Syair-syairnya mengandung nilai agama yang kental,yaitu bagaimana cara menyembah Tuhan Yang Maha Esa.Pada awalnya nasehat tersebut hanya berisi nasehat tentang Agama Islam namun kemudian berkembang menjadi:
·         Pemujaan terhadap bangsa Indonesia.
·         Pergaulan muda-mudi.
·         Penyuluhan pertanian.
Perhitungan hitungan,timbangan,pindah rumah bepergian dll.
B.Peta dan Akses


            Untuk mencapai Purworejo anda dapat menggunakan berbagai pilihan transportasi,misalnya bus,kereta api ataupun kendaraan pribadi.Jika anda naik bus dapat berhenti atau turun di Terminal Purworejo,dan jika menggunakan kereta api anda dapat turun di Stasiun Kutoarjo atau Jenar.Tarif yang anda keluarkan jika dari Jogja cukup murah,jika menggunakan kereta sekitar Rp.8.000 dan bus sekitar Rp.30.000.Jika menggunakan kendaraan pribadi anda dapat melewati beberapa pilihan jalur,yaitu Ringroad atau lewat Godean.Jika anda ingin mencari jejak Madyo Pitutur di Purworejo tidak perlu merogoh kocek besar.
C.Opini dan Catatan Kritis
            Seharusnya kita sebagai generasi muda dapat melestarikan budaya bangsa kita sendiri,meskipun di Zaman globalisasi seperti sekarang memang sangat sulit untuk melakukannya.namun,kita juga harus sadar bahwa memang itu lah tanggung jawab dan kewajiban kita.Mari bersama kita lestarikan budaya kita masing-masing agar tetap selalu lestari hingga anak cucu kita.


Sumber:Sudiyatmoko,Madyo Pitutur,1983,Purworejo
 www.google.com/maps/place/Purworejo+Sub-District,+Purworejo+Regency,+Central+Java,+Indonesia

Kirab Jolenan Somongari




Kirab Jolenan,acara Budaya yang Mempersatukan



A.Lokasi
Desa Somongari adalah suatu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, + 2 Km ke arah selatan dari Ibu Kota Kecamatan Kaligesing dan merupakan deretan pegunungan Menoreh yang terkenal dengan penghasilan buah durian, manggis dan kokosan/langsep.
Desa tersebut juga mengukir sejarah bangsa yakni seorang pencipta Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya“ Wage Rudolf Soepratman yang lahir di Dukuh Trembelang Desa Somongari.
B.Sejarah dan Pengertian
Jolenan adalah sebuah nama upacara merti desa Keba Palawija yang menggunakan media jolen sebagai wadah atau tempat meletakkannya tumpeng dan ayam panggang. Jolen itu sendiri semacam keranjang dengan alas atau dasar empat persegi dan diberi tutup berbentuk piramida. Ledre dan Binggel diikat dan digantungkan pada ujung sebilah bambu, ditancapkan di sekeliling jolen yang menghiasi. Mengandung maksud merupakan perwujudan /gambaran bahwa daerah pegunungan Somongari kaya akan hasil bumi, baik dari hutannya maupun lain-lainnya.
Untuk memperingati kemenangan Adipati Sanganegara berperang melawan raja makluk halus, pada setiap hari Selasa Wage pada bulan Sapar tiap dua tahun sekali dirayakan upacara yang dikenal dengan kegiatan Merti Desa Kebo Palagumantung / Palawija dan lebih terkenal dengan sebutan Jolenan. Dan upacara selamatan desa tersebut ditempatkan di halaman Makam Kedono-Kedini dengan menampilkan atraksi kesenian Tayub dan kesenian lain asal desa Somongari.
Persyaratan dan kelengkapan yang biasa digunakan sebagai upacara tersebut antara lain:
1. Nasi tumpeng dengan ayam panggang
2. Makanan dari beras ketan/pulut, berupa
- Juadah
- Rengginan, dll
3. Makanan dari ketela pohon, berupa :
- Ledre
- Binggel, dll
4. Wayang golek
5. Pisang agung/raja
6. Tayub/Janggrung
Arti dari persyaratan tersebut antar lain, memaknai :
1. Nasi tumpeng dan ayam panggang
Mempunyai pengharapan segala cita-cita/maksud dari dasar sampai setinggi mungkin agar dapat terlaksana dengan baik
2. Makanan dari beras ketan/pulut :
Memberikan gambaran, agar rakyat bersatu padu seia sekata dalam segala langkah dan cita-cita.
3. Makanan dari ketela pohon ;
- Ledre : melambangkan bahwa daerahnya yang terdiri dari pegunungan namun hasilnya dapat mencukupi kebutuhan rakyatnya serta dapat di eksport ke lain daerah.
- Binggelan : dapat digambarkan dengan bermacam-macam tiruan hasil buah-buahan yang terdapat di daerah tersebut.
4. Wayang golek : melambangkan, agar kita mencari (goleki) arti/maksud sebenarnya.
5. Pisang agung raja adalah buah pisang yang dianggap nomor satu/agung dengan harapan dapat mengagungkan/mengangkat desa tersebut.
Adapun makanan dan perlengkapan selamatan yang tersebut pada nomor satu sampai dengan nomor lima ditempatkan di suatu tempat yang disebut “ Jolen ‘.
6. Tayub, melambangkan : di tata supaya guyub dan diujudkan dengan seorang penari yang menari-nari dengan dikerumuni banyak orang dengan maksud agar masyarakat selalu rukun mempunyai satu pandangan yaitu guyub.
Persyaratan yang berupa makanan, sebelum di-ikrarkan dan dimakan menurut tata cara, diadakan suatu upacara sesuai dengan adap daerah tersebut. Adapun yang setiap saat dijalankan adalah sebagai berikut ;
1. sebelum saat yang ditentukan (biasanya dimulai jam 09.00), maka jolen yang diikuti oleh masyarakat dan jenis-jenis kesenian yang ada, berdatangan ke halaman pepundhen Kedono-Kedini.
Menurut kebiasaan Jolen yang yang diadakan sesuai dengan banyaknya pedukuhan yang ada. Setiap pedukuhan biasanya mengeluarkan dua buah jolen, dan secara keseluruhan kurang lebih berjumlah 80-100 buah .
Setiap kesenian yang dikirimkan secara bergantian dengan grup kesenian yang lain harus mempersembahkan kebolehan grupnya di halaman makam Kedono-Kedini + 30 menit.
2. Setelah berkumpul di halam Pepundhen Kedono-Kedini, upacara dimulai dipimpin/diatur oleh kepala desa beserta perangkat dan panitia lainnya.
3. Kecuali pituah-pituah dari kepala desa, biasanya diadakan pula sambutan-sambutan dari pejabat kabupaten diantaranya Bupati.
4. Selanjutnya diadakan pawai (arak-arakan) melalui jalan-jalan di sekeliling tempat upacara atau kampung.
5. Pawai didahului oleh rombongan kepala desa beserta stafnya, kemudian jolen-jolen dan rombongan grup-grup kesenian secara berselang-seling.
6. Setelah pawai berkeliling melalui jalan-jalan yang sudah ditentukan, maka pawai kembali lagi ke halaman pepundhen Kedono-Kedini.
7. Begitu jolen diturunkan, maka diadakan perebutan makanan biasanya oleh semua pengunjung.
8. Sedangkan tumpeng dan ayam panggang, sebagian digunakan selamatan di situ dengan diawali keterangan maksud dan tujuan diadakannya selamatan oleh juru kunci yang diberi kuasa pepundhen tersebut. Lalu dibacakan doa secara agama Islam yang akhirnya dimakan bersama-sama. Sebagian tumpeng dan ayam panggang dibawa pulang oleh pembawa jolen masing-masing.
9. Upacara diteruskan dengan kesenian Tayub. Biasanya seorang penari yang disebut Tayub yang sedang menari lalu diimbangi menari oleh para kaum pria yang didahului oleh kepala desa.
10. Bersamaan tayub, maka semua kesenian yang mengikuti pawai diharapkan untuk bermain / dipentaskan di halaman terbuka.
Adapun kesenian yang terdapat di daerah tersebut yang biasa mengikuti upacara antara lain : kentrung, reog, kuda kepang, incling dan dolalak.
C.Peta dan Akses

                Jika anda ingin menyaksikan kirab Jolenan yang dilaksanakan di Desa Somongari tersebut akses yang bisa anda pilih sangat beragam,jika anda dari Jogjakarta dapat menggunakan transportasi bus kemudian turun di Terminal Purworejo atau Kereta api dengan turun di Stasiun Kutoarjo atau Jenar,setelah itu anda dapat naik angkot jalur A kearah Pasar Baledono dan kemudian naik angkot lagi jalur Somongari.Ongkos yang anda keluarkan relatif murah,tiket kereta berkisar Rp.8.000,bus berkisar Rp.30.000 dan angkot berkisar Rp.5.000 setiap jurusan.Setelah anda sampai di Somongari anda tidak perlu membayar untuk menyaksikan Kirab Jolenan,hanya saja anda harus rela berdesak-desakan karena yang menyaksikan selalu membludak setiap tahunnya,karena yang datang bukan hanya dari wilayah Purworejo namun juga dari luar daerah Purworejo.
D.Opini dan Himbauan
                Kirab Jolenan adalah salah satu wisata bersejarah di Purworejo yang harus dilestarikan,selain kita dapatberkumpul  untuk menyaksikan kita juga dapat mengetahui betapa banyak pertunjukan budaya yang di pertnjukkan pada acara Kirab Jolenan tersebut.Sebagai generasi muda sudah menjadi tugas kita bersama ubtuk terus melestarikan budaya leluhur kita agar hingga anak cucu kita nanti masih dapat menyaksikan acara-acara kebudayaan seperti Kirab Jolenan tersebut.

Sumber:
 www.google.com/maps/place/Somongari,+Kaligesing,+Purworejo+Regency,+Central+Java,+Indonesia

Benteng Pendem Putworejo



Benteng Pendem Purworejo,Saksi Bisu Zaman Jepang


A.Lokasi
Benteng Pendem terletak di perbukitan Dukuh Kaliwaru, Dusun Bapangsari Krendetan, Kec. Bagelen di ketinggian 200 m di atas permukaan laut. Benteng Pendem ini merupakan peninggalan tentara Jepang yang dibangun pada 1945 dengan jumlah seluruhnya 29 buah. Di masa perang dulu tujuan dibangunnya benteng ini adalah sebagai tempat pertahanan dan pengintaian Jepang dalam menghadapi musuh, terutama yang datang dari arah Laut Selatan. Sayangnya, sebagai saksi bisu sejarah, benteng ini kurang terawat. Di masa datang diharapkan benteng ini dapat menjadi perhatian Pemda terutama aspek perawatannya sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Selama ini lokasi Benteng banyak dikunjungi muda-mudi sebagai tempat rekreasi.
 B.Sejarah
Dalam pembangunannya jepang meminta tanah dari 3 desa (Ds. Sumorejo, Ds. Bapangsari, Ds. Dadirejo) seluas 500 hektar. Tidak hanya cukup dengan merampas, Jepang juga meminta untuk disediakan peralatan serta tenaga manusia guna pembangunan. Akhirnya 200 orang pekerja di sediakan dari tiap desa dan di bayar sangat murah. Dengan tenaga yang diperoleh dari tiga desa tersebut, ternyata Jepang masih kekurangan tenaga, akhirnya mendatangkan romusha (pekerja paksa) dari luar daerah. Nasib mereka lebih tragis, mereka dipaksa terus bekerja dan tidak dibayar. Konon kisah tragis kemudian berlangsung setelah benteng pertahanan tersebut selesai dibangun. Seluruh penduduk yang berada di dekat benteng semua diusir dan harta mereka boleh dibawa. Namun rumah-rumah warga yang tidak lagi berpenghuni dibakar oleh Jepang. Proses sterilisasi dilakukan bertepatan pada 1 Syawal, sekitar pukul 10.00 WIB. Benteng Pendem di Kalimaro pernah dikunjungi oleh Ir. Soekarno beserta Sultan Hamengkubuwono IX.

C.Peta dan Akses

Untuk akses ke lokasi dari pusat kota Purworejo anda dapat menggunakan angkot jurusan Krendetan dengan ongkos Rp.5.000 dan setelah sampai Krendetan anda dapat berjalan kaki dan mengikuti petunjuk atau bertanya dengan warga setempat.Dan tenang saja,untuk memasuki benteng pendem tidak dipungut biaya apapun dan anda bisa berada disana sepuasnya.
D.Opini dan Himbauan
 Namun amat disayangkan,banyak pihak-pihak terutama para anak muda yang tidak bertanggung jawab yang dengan seenaknya mencoret-coret bangunan bersejarah tersebut.Entah apapun motif mereka untuk melakukan hal tersebut tetapi yang pasti segala bentuk vandalisme dan perusakan benda dan tempat bersejarah tidak diperbolehkan dan seharusnya aparat bertindak tegas untuk mengusut perkara tersebut.Selain aparat dan pemerintah peran kita semua sebagai anggota masyarakat juga harus ikut menjaga dan melestarikan benda-benda bersejarah seperti benteng pendem tersebut.
Kita semua sebagai generasi muda dan anak bangsa yang baik harusnya bisa menjaga dan melestarikan bangunan bersejarah di daerah kita masing-masing.Karena itu memang sudah menjadi kewajiban kita bersama.Terus berjuang gapai prestasi dan jangan pernah lupakan sejarah negeri ini.

   http://www.kompasiana.com/masgayot/benteng-pendem-purworejo
 www.google.com/maps/place/Wisata+Benteng+Pendem

Makam Nyai Bagelen




Makam Nyai Bagelen
Gambar Lokasi Makam Bersejarah Nyai Ageng Bagelen di Purworejo

a.Sejarah
Silsilah Nyai Ageng Bagelen
Nyai Ageng Bagelen termasuk silsilah dari keturunan Raja Medang Kamulan, atau Medang Gele, atau Medhang Kawit. Saat itu, Kerajaan Medang Kamulan diperintah oleh Raja Suwelocelo. Setelah Raja Suwelocelo berusia lanjut, tampuk pimpinan kerajaan dialihkan kepada putranya yang bernama Raden Jaka Panuhun. Setelah diangkat menjadi raja, Jaka Panuhun merubah gelar menjadi Prabu Sri Panuhun Wretikandayun, atau Sri Panuhun 1.

Prabu Sri Panuhun Wretikandayun mempunyai putra bernama Raden Jaka Permana, hasil pernikahan dengan Dewi Srini, putri Ki Buyut Somolangu. Setelah Prabu Sri Panuhun 1 mengundurkan diri karena usia lanjut, tampuk pemerintahan Kerajaan Medhang Gele diganti putranya, Raden Jaka Permana. Setelah diangkat menjadi Raja Medang Kamulan, Raden Jaka Permana merubah gelar menjadi Raja Panuhun 2.

Oleh Raja Panuhun 2, nama kerajaan Medang Kamulan dirubah menjadi Medang Gele, atau Dang Gele, atau lebih populer dengan nama Bagelen. Sri Panuhun 2, beristri seorang putri Raja Sri Sadana dari Kerajaan Jepra., yaitu Dewi Suretno. Hasil pernikahan Sri Panuhun 2 dan dewi Suretno adalah hanya seorang putri saja, yaitu Dewi Roro Wetan. Karena tak ada putra lainnya, maka Dewi Roro Wetan yang menjadi pengganti Raja di kerajaan Medang Gele, atau Bagelen, dimana Dewi Roro Wetan berganti nama menjadi Nyai Ageng Begelen.
Pernikahan Nyai Ageng Bagelen.
Setelah usia dewasa, Dewi Roro Wetan atau Nyai Ageng Bagelen menikah dengan Raden Joko Cokropramono, seorang pemuda dari desa Awu-awu Langit. Hasil pernikahan antara dewi Roro Wetan dengan Raden Cokropramono adalah 1 putra laki-laki yang diberi nama Raden Bagus Ghento, dan 2 putri yaitu Dewi Roro Pitrah dan Dewi roro Taker.

Setelah Sri Panuhun 2 berusia lanjut dan mangkat, tampuk kerajaan diganti oleh Dewi Roro Wetan yang kemudian berganti nama menjadi Nyai Ageng Bagelen. Sedangkan suaminya, Raden Cokropramono berganti gelar Ki Ageng Begelen. Kerajaan Bagelen atau Dhang Gele bukanlah sebuah kerajaan besar, namun hanyalah sebuah kerajaan kecil. Kerajaan Bagelen hanya sebagai tanah perdikan, atau tanah yang bebas pajak. Karena, Kerajaan Medang Kamulan sudah dibagi-bagi menjadi beberapa bagian.
b.Akses dan Peta

Lokasi makam Nyai Ageng Bagelen tak jauh dari jembatan sungai Bogowonto, hanya berjarak kurang lebih 100 meter. Jarak dari alun-alun kota Purworejo ke lokasi makam Nyai Ageng Bagelen kira-kira 15 km ke arah Yogyakarta. Sedangkan dari jalan raya raya menuju lokasi makam, hanya berjarak kira-kira 100 meter.Untuk mencapai lokasi ini sangat mudah dan banyak pilihan transportasi.Jika anda dari Yogyakarta dapat naik kereta dan turun di Stasiun Jenar atau Kutoarjo dengan tiket sekitar Rp.8.000 setelah itu dapat naik transportasi angkot arah Bagelen dengan tariff sekitar Rp.5.000 dan anda dapat turun di depan gapura masuk makam.Jika anda menggunakan Bus dapat turun di Terminal Purworejo dengan tariff sekitar Rp.30.000 dan kemudian naik angkot jurusan bagelen dengan tariff sekitar Rp.5.000.Jika menggunakan transportasi pribadi tentunya sangat mudah karena lokas makam terdapat di seberang jalan arah Jogjakarta.Dan juga untuk memasuki makam Nyai Bagelen tidak di pungut biaya apapun.



 C.Opini dan Himbauan    
Kita semua sebagai generasi muda tentunya harus mengetahui dan mengunjungi tempat tempat bersejarah terutama di daerah kita sendiri karena mereka adalah orang-orang yang mempunyai andil besar dalam perkembangan wilayah di Purworejo.Dan perlu anda tahu bahwa Nyai Bagelen adalah salah satu tokoh penting di masanya dan merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyakat Purworejo hingga saat ini.

sumber:
 www.google.com/maps/place/Pesarean+Bagelen